Jumat, 11 Februari 2011

Porstitusi Di Asia Tenggara

A.Pendahuluan
Kajian Sejarah Sosial adalah suatu kajian yang sangat menarik. Didalam melihat fenomena-fenomena social yang terjadi didalam kehidupan masyarakat khususnya didaerah perkotaan sering kita jumpai fenomena yang sebelumnya sangat lumrah sekarang sudah menjadi budaya.
Porstitusi misalnya. Masalah ini adalah masalah yang hampir terjadi dinegara-negara di belahan bumi saat ini. Di eropa dan Negara-negara maju, hal tersebut adalah suatu hal yang biasa dan sangat mudah kita jumpai. Mungkin dinegara-negara yang bukan Islam hal ini mungkin tidak terlalu menjadi masalah, tetapi bagaiman dengan Negara-negara yang menganut Islam.
Di Asia Tenggara masalah porstitusi ini merupakan masalah atau hal yang juga sangat mudah kita Jumpai. Seperti kekhawatiran sebelumnya mengenai bagaimana jika masalah tersebut terjadi dinegara-negara yang masyarakatnya mayoritas menganut Agama Islam dii Asia Tenggara, Brunei, Malaysia, dan Indonesia misalnya. Hal tersebut adalah salah satu masalah selain bagaimana hal itu bisa terjadi, di daerah mana saja yang akan coba dikaji dalam makalah ini.

B.Pembahasan
1.Gank Dolly Sebagai Tempat Porstitusi Terbesar Di asia Tenggara
Gank Dolly merupakan suatu kawasan yang berada di Kota Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Gank Dolly ini sangat terkenal bukan haya di Indonesia akan tetapi sampai kemanca Negara disebabkan karena Gank Dolly Surabaya dianggap sebagai kawasan porstitusi terbesar di Asia Tenggara. Menurut sejarah, Dolly berdiri sejak jaman penjajahan BELANDA. Dolly didirikan oleh Tante Dolly yang asli keturunan nonik Belanda, turunan tante dolly masih ada hingga saat ini. Sebagai pencetus dan pendiri dolly, tante dolly terbilang sukses. buktinya , dolly adalah salah satu prostitusi terbesar di asia tenggara mengalahkan Phat Pong di Bangkok, Thailand dan Geylang di Singapura.
Kawasan Dolly berada di tengah kota, berbaur dengan pemukiman penduduk yang padat, di kawasan Putat, Surabaya. Di sana, tak hanya terdengar derungan suara mesin kendaraan yang lewat, tetapi juga ada desahan napas para kupu-kupu malam yang terdengar sayup-sayup di balik kamar sempit. Kompleks lokalisasi Dolly menjadi sumber rezeki bagi banyak pihak. Bukan hanya PSK, tetapi juga pemilik warung, penjaja rokok, tukang parkir, tukang becak dan lain-lain. Di sana juga terdengar sayup-sayup seorang anak sedang melantunkan ayat-ayat suci. Pernah terlintas Dolly dimasukkan icon wisata bagi kota Surabaya, akan tetapi terjadi kontroversi untuk memasukkan Gang Dolly sebagai salah satu daerah tujuan wisata Surabaya bagi wisatawan mancanegara.
Dalam tempat lakalisasi Gank Dolly ini inilah para wanita-wanita dari berbagai wilayah di Indonesia dan wanita-wanita dari Negara-negara lain seperti Cina, arab, Iran, dan Negara-negara lain mengadu nasib, dalam hal ini menjadi pemuas nafsu bagi laki-laki hidung belang. Pemerintah yang seharusnya menjadi penanggung jawab untuk masalah ini juga tidak bisa berbuat banyak disebabkan besarnya penghasilan devisa dari tempat ini.
2.Porstitusi Di Thailand
Meningkatnya migrasi perempuan ke kota, khususnya pada industri seks dapat dikaitkan dengan ekspektasi kultur dan struktur ekonomi yang berkembang di negeri gajah ini. Di kultur masyarakat Thai, nilai tertinggi menjadi perempuan terletak pada jenis pekerjaan dan seberapa besar uang yang disumbangkan untuk keluarga dan saudara-saudaranya. Banyak studi melaporkan bahwa anak perempuanlah yang nyata-nyata banyak memberikan bantuan pada orang tua mereka.  Sementara anak laki-laki cukup dengan kesediaannya menjalani hidup sebagai monk (biksu) minimal satu kali dalam kehidupannya sudah bisa membanggakan orang tua.
Nilai-nilai patriarki sangat kental mengkonstruksi makna “menjadi perempuan Thai”, dimana lingkup kehidupan mereka hanya rumah dan desanya, wajib menjaga kesucian dan keperawanan sebelum menikah, dan sesudahnya dituntut untuk monogami. Sebaliknya menjadi laki-laki di masyarakat Thai adalah anugerah. Mereka senantiasa mendapatkan kesempatan dan malah didorong untuk bersosialisasi dengan kehidupan sosial di luar keluarga dan dimaklumkan dengan permisivitas seks. Ketika kewajiban-kewajiban sebagai perempuan Thai diterjemahkan dalam bahasa praktis yaitu membantu keluarga atau mensupport pendidikan saudara-saudaranya, bersamaan itu permintaan pekerja perempuan di kota semakin meningkat, dibarengi lunturnya nilai-nilai tradisional sebagai perempuan karena ketergantungan keluarga secara materi pada anak perempuan semakin meningkat, membuat pilihan migrasi tanpa proteksi dari anggota keluarganya dan dukungan orang tua menjadi tak terelakkan. Apalagi didukung terbatasnya lapangan pekerjaan bagi perempuan di desa-desa, serta rendahnya pendidikan yang mustahil mendatangkan pendapatan tinggi. Kondisi inilah yang membuat para perempuan mempersepsikan bahwa menjadi pekerja seks adalah pilihan satu-satunya yang bisa menghasilkan big money.  
Jatuhnya pilihan perempuan pada industri seks secara historis ada kaitannya dengan tradisi dan situasi ekonomi politik internasional di Thailand. Dulu pada zaman pre komunis Cina, keberadaan rumah border diterima masyarakat sebagai bagian dari kehidupan sosial. Bahkan sampai sekarang para istri lebih merelakan suaminya “jajan” di luar ketimbang mempunyai istri simpanan. Karena hubungan dengan pekerja seks ádalah murni hubungan jual beli. Berbeda dengan mempunyai istri simpanan, yang akan melibatkan emosi, cinta dan hak waris. Pada tahun 1932 sampai berakhirnya perang dunia kedua 1945, Jepang berhasil menaklukkan Cina. Selama periode itulah perempuan-perempuan dipaksa untuk melayani seks tentara Jepang dan kebanyakan comfort women didatangkan dari Asia, salah satunya Thailand. Tahun 1967, Thailand sepakat menyediakan diri sebagai R&R (Rest and Recreation) spot bagi tentara Amerika selama perang Vietnam. Pada saat itulah booming prostitusi. Sekitar 400,000 perempuan terlibat bisnis seks yang kemudian ditelantarkan setelah perang usai dan akhirnya diambil alih oleh sektor wisata.
 
Dari sinilah kemudian prostitusi di Thailand menjadi bisnis berskala internasional dibawah naungan sektor wisata. Bagaimana mungkin pemerintah Thai menjadikan negaranya sebagai “rumah border” bagi Amerika? Jawabnya singkat saja “tentara Amerika butuh perempuan; dan Thailand butuh dolar,” tutur salah satu pejabat pemerintahan Vietnam Selatan.  Kenapa bisnis seks masih tetap jalan sampai saat ini? Jawabnya, seperti layaknya industri multinasional yang lain, lahan ini mendatangkan keuntungan yang besar dengan membayar murah tubuh perempuan desa, lugu yang hanya berbekal pengalaman dadakan dan menempatkannya sebagai pekerjaan individu yang tidak perlu jaminan keselamatan formal.
3.Porstitusi Di Singapura
Jika Di Indonesia dikenal Gank Dolly dan Thailand dikenal dengan Phat Phong sebagai tempat porstitusi, maka di Singapura dikenal suatu kawasan dengan nama Gaylang. Pelacuran di Singapura ternyata lebih terbuka. Mereka tidak dilokalisasikan, tapi menjajakan dirinya di pinggiran jalan, dan bahkan di tengah kota. Tak jauh dari tempat segerombolan cewek  tadi, juga ada beberapa cewek seksi berdiri di pinggir jalan. Mereka mengenakan pakaian tank top. Baju bagian depan terbuka dan sedikit nampak menyembul payudaranya. Di Singapura, pelacur seperti di atas jumlahnya ribuan orang. Kupu-kupu malam di sana berasal dari Usbekistan, Filipina, Thailand, Indonesia, Vietnam, dan lokal.
C.Kesimpulan
Dari beberapa fakta yang dibahas diatas, meski sangat jauh dari kesempurnaan dan hanya membahasa sebahagian kecil dari masalah porstitusi di Asia Tenggara, akan tetapi setidaknya kita dapat melihat bagaimana praktek porstitusi ataupun modus, serta-serta tempat-tempat yang dikenal sebagai kawasan porstitusi cukup besar di Asia Tenggara. Dalam pembahasan dijelaskan kawasan Gank Dolly di Indonesia, Phat Pong di Bangkok, Thailand dan Geylang di Singapura.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar